Renungan-Renungan dari Tere Liye yang bagus untuk kita pikirkan
Renungan-Renungan
dari Tere Liye yang bagus untuk kita pikirkan - Anda sudah pasti tahu kan siapa itu tere liye? Pasti sudah tahu, yah. Nah berikut ada beberapa Renungan-Renungan dari Tere Liye yang bagus untuk kita pikirkan. Yuk dibaca :
*Sang Komentator
Kita boleh
jadi sibuk sekali memaki orang lain tidak bagus, bilang dia tidak berkualitas,
hingga lupa, hei, jangan-jangan kitalah yang sama sekali tidak berkualitas
tersebut--hanya bisa memaki, di media sosial pula.
Kita boleh
jadi asyik merendahkan karya orang lain, hasil pekerjaan orang lain, hingga
lupa, hei, please deh, jangan-jangan kitalah yang sama sekali tidak pernah
punya karya di dunia nyata--hanya bisa merendahkan, di dunia maya pula.
Kita selalu
saja suka membandingkan ini, itu, menghakimi ini, itu, merasa berhak sekali
menilai orang lain, hingga lupa, aduh, jangan-jangan kitalah yang sebenarnya
mendesak bercermin, menilai diri sendiri. Kita hanya komentator. Berisik
menilai orang lain, lupa kalau nilai hidup kita boleh jadi nol belaka.
Coba cek
akun media sosial kita. Sudah berapa kali kita sibuk memaki orang lain? Sudah
berapa kali kita merendahkan orang lain? Sudah berapa kali kita menghakimi?
Seolah tahu sekali urusan dunia ini. Apakah puas melakukannya? Apakah itu
memberikan kebahagiaan? Apakah kita merasa lebih baik dibandingkan orang lain?
Semoga
masih banyak yang menahan diri. Semoga masih banyak orang2 yang fokus
memperbaiki diri sendiri. Karena jika kita terus asyik melakukannya, 5, 10
tahun berlalu, orang2 sudah melesat jauh sekali berprestasi, kita tetap
begitu-begitu saja: sang komentator.
*Tere Liye (Renungan-Renungan dari Tere Liye yang bagus untuk kita pikirkan )
Jangan lupa baca juga : Kata-Kata Mutiara dari Fahd Pahdepie
Jangan lupa baca juga : Kata-Kata Mutiara dari Fahd Pahdepie
______________________________________________________________________
Bercerai,
poligami (kemudian ribut), masalah keluarga, dll itu bukan dosa. Itu
kategorinya aib. Dan justeru terlarang disebarkan. Tapi korup, mencuri, maling,
dsbgnya, nah ini jelas adalah dosa.
Di negeri ini,
terbalik sekali. Orang2 berpesta pora menggunjing aib, tapi saat menyentuh
urusan korupsi, mereka tutup habis-habisan. Hukuman sosial bagi aib justeru
lebih menyakitkan dibanding hukuman sosial bagi koruptor. Lihatlah, koruptor
dan keluarganya bisa ikutan pilkada, tetap hidup makmur, baik-baik saja.
______________________________________________________________________
Ditolak itu
hal biasa.
Saya penulis,
misalnya, naskah saya ditolak penerbit adalah hal biasa. Berkali-kali
ditolaknya malah, tetap tidak masalah. Namanya juga penerbit, mereka berhak
menolak atau menerima sebuah naskah sesuai kriterianya masing-masing.
Juga dalam
kasus lain, ditolak adalah keniscayaan. Mau masuk sebuah universitas idaman.
Sudah berjuang habis-habisan, sudah belajar, ikut tes ini, tes itu, eh ternyata
ditolak, tidak ada nama kita dalam daftar calon mahasiswa. Lebih sakit lagi
saat tahu teman-teman sekolah malah diterima, fakultasnya yang paling top pula.
Tapi mau apa? Itu hak sepenuhnya panitia seleksi mahasiswa baru universitas
tersebut.
Pekerjaan,
contoh lainnya. Jutaan, bahkan milyaran kasus penolakan dalam dunia pekerjaan.
Lamaran tidak lengkap, skill tidak cocok, pengalaman kerja tidak memadai, gagal
dalam tes tertentu. Saya dulu, lulus dari kuliah, berkali-kali ditolak
perusahaan, padahal sudah PD sekali dengan daftar nilai-nilai. Tapi itu
ternyata tidak cukup. Tambah nyesek, saat lihat teman malah diterima di
perusahaan top di Singapura, bahkan ada yang Amerika pula. Nasib. Mereka sudah
keren betul bolak-balik Jakarta ke LN, kita masih sibuk naik metromini
pindah-pindah kantor nyari pekerjaan.
Semua orang
pasti pernah mengalami penolakan. Mulai dari level rendah, hingga penolakan
level maksimal. Mau ikut ditraktir teman, eh nggak diajak ternyata. Ini jelas
penolakan. Mau nebeng pulang, eh ditinggal. Ini juga penolakan level rendah.
Atau naksir seseorang, dilamarlah, ditolak mentah2. Nah, yang ini masuk level berat.
Apakah jika
kita sudah tiba di level tertentu, penolakan akan berkurang? Tidak juga.
Penulis seperti saya misalnya, apakah saya masih mengalami penolakan? Masih.
Ribuan pembaca di page ini berebut usul kotanya sebagai tempat rilis novel
“Tentang Kamu”, juga toko-toko buku lain, mereka pengin jadi tempat novel itu
dirilis. Panjang daftarnya. Tapi tidak bagi Gramedia Matraman Jakarta, mereka
menolak novel tersebut rilis di toko mereka. Tuh kan, masih ditolak loh. Dan
itu sah-sah saja. Lumrah. Boleh jadi mereka sudah punya skedul lain, boleh jadi
mereka sedang sibuk stock opname, boleh jadi mereka bosan ngelihat Tere Liye di
tokonya, dll, dll.
Semua orang
pasti pernah mengalami penolakan. Ada yang malah itulah pekerjaannya. Coba
tanya sama sales kartu kredit atau asuransi atau member hotel, dll yang suka
nelepon2 itu. “Pak, Bu, kami ada tawaran menarik.” Tidak terima kasih. Besok2,
mereka masih nelepon lagi, “Pak, Bu, kami ada penawaran spesial.” Tidak terima
kasih. Bayangin perasaan staf yang nelepon ini, sudah ditolak, sering dimarahin
pula, dimaki-maki sama yang menolaknya. Itulah pekerjaannya: penolakan.
Dengan semua
keniscayaan itu, dek, maka satu-satunya cara menghadapi penolakan adalah
penerimaan. Eh? Iya betulan, penerimaan. Diterima saja penolakan2 tersebut,
karena mau bagaimana lagi? Nah, setelah berlapang dada, mari kita serius
menyusun strategi dan rencana baru. Ditolak masuk kerja, pelajari kenapa kita
sampai ditolak? Ditolak masuk sebuah kampus/sekolah, mulai mikir dan bercermin,
jangan2 karena nilai kita jelek, pas tes, jangankan memadai, nilainya jelek
sekali. Bikin tulisan, kirim ke penerbit, ditolak, pelajari kenapa sampai
ditolak. Bila perlu tulis besar2 di dinding kamar: hari ini tulisan sy ditolak,
besok2, tiba giliran mereka yang “ngemis” naskah ke saya. Lantas, kongkretkan
semuanya. Kerja keras, tahan banting. Tambahkan bumbu terakhir: senantiasa
berdoa. Wah, anak muda yang macam ini, kualitasnya top sekali. Penolakan hanya
membuatnya semakin sakti.
Orang2 yang
kita lihat sukses hari ini, orang2 yang kita lihat keren, mereka semua pasti
pernah mengalami penolakan. Tidak ada jalan instan menggapai sesuatu yang
berharga. Kita harus melewati jatuh-bangun, pun saat tiba di tujuan, ternyata
itu bukan akhirnya, itu justeru awal dari petualangan berikutnya yang lebih
seru.
Terakhir, saya
tahu beberapa diantara kalian akan nyeletuk, “Kalau ditolak cinta bagaimana,
Bang?” Jawabannya sederhana: dek, di luar sana ada 7 milyar penduduk bumi.
Kesempatan ada di mana-mana. Malah bagus, kalau ditolak sekarang, lebih baik
fokus sekolah, kerja. Boleh jadi, besok-besok, telah menunggu jodoh kalian yang
ganteng-nya macam Song Joong Ki atau Brad Pitt, di luar negeri sana. Dia
menunggu di momen yang tepat, tempat yang tepat. Terjadilah. Coba kalau
sekarang diterima, malah pengin sekali diterima, malah dapatnya cuma
segitu-gitu saja. Masuk akal, tidak?
* Tere Liye (Renungan-Renungan dari Tere Liye yang bagus untuk kita pikirkan )
Jangan lupa baca juga : Kata-Kata Mutiara Sukarno yang menggetarkan Jiwa
Jangan lupa baca juga : Kata-Kata Mutiara Sukarno yang menggetarkan Jiwa
Demikianlah Renungan-Renungan dari Tere Liye yang bagus untuk kita pikirkan. Semoga bermanfaat.
Tag : Renungan-Renungan dari Tere Liye yang bagus untuk kita pikirkan , Renungan-Renungan dari Tere Liye yang bagus untuk kita pikirkan ,Renungan-Renungan dari Tere Liye yang bagus untuk kita pikirkan , Renungan-Renungan dari Tere Liye yang bagus untuk kita pikirkan , Renungan-Renungan dari Tere Liye yang bagus untuk kita pikirkan , Renungan-Renungan dari Tere Liye yang bagus untuk kita pikirkan , Renungan-Renungan dari Tere Liye yang bagus untuk kita pikirkan , Renungan-Renungan dari Tere Liye yang bagus untuk kita pikirkan , Renungan-Renungan dari Tere Liye yang bagus untuk kita pikirkan , Renungan-Renungan dari Tere Liye yang bagus untuk kita pikirkan
0 Response to "Renungan-Renungan dari Tere Liye yang bagus untuk kita pikirkan "
Post a Comment
Tolong berkomentar sesuai kata-kata mutiara di atas, jangan melakukan spam. Terima kasih..